Pembagian Fi’il Kepada Shahih Akhir dan Mu’tal Akhir (1)
Pembagian Fi’il Kepada Shahih Akhir dan Mu’tal Akhir
Contoh-contoh:
1. Pemburu melemparkan jaring perangkapnya
2. Orang sakit memanggil dokter
3. Orang yang jahat mendapatkan balasannya
4. Laki-laki itu dermawan
5. Langit berlapis-lapis
6. Musim dingin mendekat
7. Muhammad takut kepada tuhannya
8. Harapkanlah ridha kedua orang tua!
9. Tukang bangunan membangun masjid
10. Tempat itu gelap
11. Lampu menyala
12. Anak-anak itu mandi
Pembahasan:
Kata : القَى، دَعَا، dan يَلْقَى pada tiga contoh yang pertama semuanya adalah fi’l. Pada akhir setiap kata tersebut terdapat huruf alif karena tersebut darinya alif. Dita’wil darinya penyebutannya bukan tulisannya, dan dinamakan fi’il-fi’il ini dengan mu’tal akhir
Dan kata: سَرُوَ، تَصْفُو، dan يَدْنُو pada tiga contoh kedua semuanya adalah fi’il dan huruf akhir pada setiap fi’il tersebut adalah waw (و) oleh karena itu fi’il ini juga dinamakan mu’tal akhir.
Dan kata: خَشِيَ، اَبْغِي، dan يَبْنِي pada tiga contoh yang ketiga adalah fi’il dan diakhiri dengan huruf ya (ي) dan ini juga dinamakan mu’tal akhir.
Adapun kata: اَظْلَمَ، إِتَّقَدَ، dan يَسْتَحْمُّ pada tiga contoh yang terakhir adalah fi’il dan pada akhirnya tidak ada satupun huruf alif, waw, ataupun ya sehingga dinamakan shahih akhir.
KAIDAH:
25. FI’il Mu’tal Akhir adalah fi’il yang diakhiri oleh huruf Alif atau waw atau ya. Dinamakan ketiga huruf ini dengan huruf ‘illat.
26. Fi’il shahih akhir adalah fi’il yang pada akhirnya tidak terdapat satu pun huruf ‘illat.
Mabniy dan Mu’rab (2)
Mabniy dan Mu’rab
Contoh-contoh:
1. Dimana rumahmu?
2. Kemana kamu pergi?
3. Kemana kamu berjalan?
4.Tukang daging menyembelih kambing
5. Tukang daging menyembelih kambing
6. Apakah tukang daging menyembelih kambing?
7. Dari tempat mana kamu datang?
8. Aku datang dari rumah
9. Aku memperoleh uang dari ayahku
10. Kapas adalah kekayaan utama di mesir
11. Petani memanen kapas
12. Pakaian dibuat dari kapas
13. Bunga mawar layu
14. Aku mencium bunga mawar
15. Aku melihat bunga mawar
16. Kebun itu berbuah
17. Kebun itu tidak berbuah
18. Kebun itu tidak berbuah
Pembahasan:
Jika kamu perhatikan kata-kata: اَيْنَ، ذَبحَ، dan مِنْ pada contoh bagian pertama (kanan, 1-9) kamu akan dapati akhir setiap kata itu tetap pada satu kondisi dan tidak berubah-rubah kedudukan kata itu pada suatu kalimat. Akhir dari kata اَيْنَ dan ذَبَحَ selalu fathah pada contoh tersebut dan lainnya, dan akhir dari kata مِنْ selalu sukun pada contoh tersebut dan lainnya.
Diantara kata-kata yang tetap akhirnya pada satu kondisi adalah semua jenis huruf, fi’il madhy, dan fi’il amr dengan tanpa kecuali.
Jika kamu perhatikan kata-kata: القَطْنُ، الوَرْدَةُ، dan يُثْمِرُ pada contoh bagian kedua kamu dapati akhir setiap kata-kata itu berubah dari suatu kondisi ke kondisi yang lain dengan berubah kedudukannya pada suatu kalimat. Kata القَطْنُ، الوَرْدَةُ، dan يُثْمِرُ berubah akhir katanya dari rafa’ ke nashab kemudian ke jar.
KAIDAH:
27. Kata itu terbagi atas dua:
- Ada yang tetap keadaannya pada semua susunan kalimat, dinamakan mabniy
- Ada yang bisa berubah akhirnya, dinamakan mu’rab.
28. Semua jenis huruf adalah mabniy begitupula semua fi’il madhy dan fi’il amr adalah mabniy.
Macam-macam Mabniy (3)
Macam-macam Mabniy
Contoh-contoh:
1. Ada berapa kuda di lapangan?
2. Dengan harga berapa kamu membeli jam mu?
3. Berapa kali kamu berjanji dan kamu tidak membayar?
4. Udaranya sejuk
5. Apakah udaranya sejuk?
6. Udaranya sungguh sejuk
7. Berhentilah semaumu!
8. Berjalanlah kemanpun kamu mau!
9. Tinggallah sekiranya udaranya wangi
10. Kemarin itu panas sekali udaranya
11. Aku mengunjungi piramid-piramid kemarin
12. Kemarin aku pergi ke istana
Pembahasan:
Kita telah mengetahui dari pembahsan sebelumnya bahwa mabniy adalah sesuatu yang akhirnya selalu dalam kondisi yang sama pada seluruh susunan kalimat. Maka kita katakan kata: كَمْ،اِعْتَدَلَ، حَيْثُ، اَمْسِ karena akhirnya senantiasa tidak berubah meskipun susunannya berubah.
Maka akhir كَمْ selalu sukun oleh karena itu dikatakan مَبْنِيٌّ عَلَى السُّكُوْنِ (dimabniykan / dibangun atas sukun) dan akhir إِعْتَدَلَ selalu fathah oleh karena itu dikatakan مَبْنِيٌّ عَلَى الفَتْحِ (dibangun atas fathah) dan akhir حَيْثُ selalu dhammah oleh karena itu dikatakan مَبْنِيٌّ عَلَى الضًّمِّ (dibangun atas dhammah) dan akhir اَمْسِ selalu kasroh oleh karena itu dikatakan مَبْنِيٌّ عَلَى الكَسْرِ (dibangun atas kasroh).
Jika kita telusuri akhir-akhir kata mabniy maka tidak akan kita dapati kecuali empat kondisi ini. Tidak ada kaidah khusus yang dengannya diketahui akhir suatu kata adalah mabniy, satu-satunya sandaran hanyalah pengambilan sumber dari kitab-kitab bahasa yang terpercaya.
KAIDAH:
1. Kondisi lazim pada akhir kata mabniy ada empat yaitu sukun, fathah, dhammah, kasrah dan dinamakan dengan macam-macam mabniy.
2. Kata-kata yang akhirnya selalu sukun atau fathah atau dhammah atau kasrah dikatakan dimabniykan / dibangun atas sukun atau fathah atau dhammah atau kasrah.
Macam-macam I’rab (4)
Macam-macam I’rab
Contoh:
1. Burung itu berputar-putar 1. Ali menyalakan lampu
2. Air itu tawar 2. Tentara-tentara itu merangkak
3. Kuda itu sangat cepat 3. Pohon-pohon itu berdaunan
********
4. Aku mellihat burung berputar-putar 4. Ali tidak akan menyalakan lampu
5. Aku meminum air yang manis 5 Para tentara tidak akan merangkak
6. Jockey menghina kuda 6. Pohon-pohon tidak akan berdaunan
********
7. Aku melihat burung berputar-putar 7. Ali tidak menyalakan lampu
8. Ikan hidup di dalam air 8. Tentara tidak merangkak
9. Jockey turun dari kuda 9. Pohon itu tidak berdaunan
Pembahasan:
الطائر ، الماء ، dan الحصان pada contoh bagian pertama (kanan) semuanya adalah isim dan pada ketiga contoh itu terletak pada tempat pertama dirafa’kan karena ketiganya merupakan mubtada dan yang menunjukkan ia rafa’ adanya dhammah pada akhir kata-kata tersebut. Pada contoh tiga contoh kedua (4,5,6) dinashabkan karena semuanya adalah maf’ul bih (objek) dan yang menunjukkan nashabnya adalah adanya baris fathah pada akhir setiap kata itu. Pada tiga contoh ketiga dijarkan karena semuanya didahului oleh huruf jar dan yang menunjukkan jarnya adalah adanya baris kasrah pada akhir setiap kata itu. Dengan ini kita melihat isim-isim ini berubah akhirnya dari rafa’ ke nashab kemudian ke jar. Kalau begitu pastilah ini isim mu’rab.
Kata-kata: يُوْقِد، تَزْحَف، dan تُوْرِق pada contoh bagian kedua (kiri) adalah fi’il mudhari. Pada tiga contoh pertama semuanya dirafa’kan karena tidak ada yang membuatnya nashab atau jazm dan yang menunjukkan rafa’nya adalah adanya baris dhammah pada akhirnya. Pada tiga contoh kedua dinashabkan karena masuknya “لَنْ“ atasnya dan yang menunjukkan nashabnya adalah adanya baris fathah pada akhirnya. Pada tiga contoh yang terakhir dijazmkan karena masuknya huruf jazm atasnya dan yang menunjukkan jazmnya adalah adanya baris sukun pada akhirnya. Dengan ini kita melihat bahwa fi’il-fi’il ini berubah akhirnya dari rafa’ ke nashab kemudian ke jazm. Oleh karena itu pastilah ini adalah isim mu’rab.
KAIDAH:
31. Kondisi perubahan akhir-akhir kata isim mu’rab ada empat yaitu rafa’, nashab, khafadh, dan jazm dan dinamakan macam-macam i’rab.
32. Tanda-tanda i’rab yang asli ada empat yaitu dhammah, fathah, kasrah, dan sukun dan menggantikannya tanda-tanda yang lain yang disebut pada susunannya.
33. Rafa’ dan nashab keduanya ada pada isim dan fi’il, jar dikhususkan untuk isim sebagaimana jazm untuk fi’il.
Keadaan Mabniy Fi’il Madhy
Keadaan Mabniy Fi’il Madhy
1. Hawa dingin memburuk
2. Debu-debu berterbangan
3. Hujan turun
4. Anak-anak bermain
5. Orang-orang bepergian
6. Para pekerja merasa lelah
7. Aku membuka pintu
8. Aku menangkap bola
9. Aku mengambil hadiah
10. Kamu benar dalam berkata
11. Kamu berhukum dengan adil
12. Kamu berbuat baik kepada manusia
13. Anak-anak perempuan belajar menenun
14. Para ibu memberi makan anak-anak mereka
15. Pata pemudi menata hidangan
16. Kami keluar ke sawah
17. Kami menghirup udara segar
18. Kami memetik bunga-bunga
Pembahasan:
Apabila kita lihat pada contoh di atas, kita dapati setiap contoh diatas mengandung fi’il madhy. Kita telah tahu pada pelajaran sebelumnay bahwa setiap fi’il madhy itu mabniy. Maka kalau begitu fi’il pada contoh-contoh ini semuanya mabniy. Pada pelajaran ini kita akan ketahui kondisi mabniy nya.
Oleh karena itu mari kita perhatikan 3 contoh pertama. Kita lihat bahwa setiap fi’il madhy nya
(اِشْتَدَّ، ثارَ ، نَزَلَ) pada akhirnya tidak bersambung deangn sesuatu. Kita lihat bahwa baris akhirnya adalah fathah. Kalau kita cermati, setiap fi’il madhy yang akhir hurufnya tidak bersambung dengan apapun, pastilah berbaris fathah. Dengan demikian, pada kondisi ini kita katakan bahwa mabniynya di atas huruf fathah ( مَبْنِيٌّ عَلى الفَتْحِ) .
jika kita lihat tiga contoh kedua, kita dapati bahwa fi’il لَعِبَ، سَافَرَ، تَعِبَ bersambung dengan huruf waw, menunjukkan bahwa fi’il tersebut adalah jama’ mudzakkar. Kita dapati juga akhirnya didhammahkan. Jika kita cermati setiap fi’il yang bersambung dengan huruf wau jama’ mudzakkar ini akhirnya itu didhammahkan. Dengan demikian, fi’il dengan bentuk seperti ini dimabniykan di atas dhammah (مَبْنِيٌّ عَلى الضَّمِّ).
Kemudian jika kita perhatikan fi’il pada contoh-contoh sisanya, kita lihat bahwa fi;il-fi’il itu ada yang bersambung dengan huruf ta’ berbaris (pada contoh di atas (تُ) dam (تَ), ada yang bersambung dengan huruf nun yang menunjukkan jama’ muannats atau dinamakan “nun niswah”, juga ada yang bersambung dengan kata “نَا” yang menunjukkan fa’il (pelaku / subjek). Jika kita cermati setiap fi’il yang bersambung dengan ta berharkat, nun niswah, dan “نَا“، akan kita dapati bahwa baris akhir fi’il-fi;il itu (perhatikan : فَتَحْْتُ، صَدَقْتَ، تَعَلَّمْنَ، خَرَجْنَا ) adalah sukun. Dengan demikian, kita katakan bahwa fi’il madhi tersebut dimabniykan atas sukun (مَبْنِيٌّ عَلى السُّكُوْنِ) pada kondisi ini.
Kaidah:
34. Fi’il Madhy pada asalnya dimabniykan di atas fathah kecuali jika bersambung dengan waw jama’ mudzakkar maka dimabnikan di atas dhammah, atau jika bersambung dengan ta berbaris, nun niswah, dan “نَا“ yang menunjukkan fa’il (subjek) maka dimabniykan di atas sukun